About

Senin, 11 Mei 2015

MAKALAH KESAKSIAN DALAM TALAK



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
 Cerai merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri.
Perceraian dalam suatu perkawinan,sebenarnya merupakan jalan terakhir setelah diupayakan perdamaian.Thalaq memang dibenarkan dalam islam tetapi perbuatan itu sangat dibenci oleh Allah .
Bila terjadi perceraian dalam rumah tangga ,maka ada kesan seolah-olah perkawinan suami istri tidak dilandasi suka saling suka dan saling cinta.Tidak sedikit kita lihat orang-orang melarikan diri dari orangtuanya ,kemudian tahkim .Mereka ingin sehidup semati meski  tanpa restu orangtua. Tetapi anehnya,setelah perkawinan demikian kemungkinan cerai masih saja terjadi.
Pada uraian terdahulu,mengenai kesaksian dalam akad nikah amat diperlukan, walaupun ada sedikit ulama yang memandang tidak perlu.
Adalah wajar , bila pada saat akad nikah disaksikan ijab qabulnya,namun bagaimana dengan permasalahan saksi dalam thalaq? Berkenaan dengan masalah ini,maka para ulama berbeda pendapat  dalam menetapkan hukum saksi di dalam thalaq.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1.      Apakah definisi Perceraian atau Talak?
2.      Bagaimana Kedudukan Hukum Talak dalam Islam?
3.      Apa saja Rukun dan Syarat Talak?
4.      Apakah Pengertian Saksi?
5.      Bagaimana Pendapat Ulama tentang Kesaksian dalam Talak? 
C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas. Maka tujuan disusunnya makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui Arti Perceraian atau Talak
2.      Untuk mengetahui Kedudukan Hukum Talak dalam Islam
3.      Untuk mengetahui Rukun dan Syarat Talak
4.      Untuk mengetahui Pengertian Saksi
5.      Untuk mengetahui Pendapat Ulama tentang Kesaksian dalam Talak


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Arti Perceraian atau Talak
            Talak berasal dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan”. Sedangkan menurut Istilah Agama yaitu “melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri/perkawinan.
            Al-Jaziri mendefinisikan : Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan
ikatannya dengan menggunakan kata-kata tertentu.
            Menurut Abu Zakaria Al-Anshari : Talak yaitu melepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya.
            Sementara Abdurr Rahman al-Jaziri mengatakan bahwa talak adalah usaha menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan lafaz khusus.[1][1]
            Jadi, talak ialah suatu perbuatan suami yang melepas ikatan perkawinan dengan isteri dengan menggunakan kata-kata tertentu.
Islam memberikan hak talak hanya kepada laki-laki saja. Karena ia yang lebih bersikeras untuk melanggengkan tali perkawinannya yang dibiayainya dengan harta begitu besar, sehingga kalu dia mau cerai atau kawin lagi ia perlu membiayanyinya lagi dalam jumlah yang sama atau lebih banyak lagi.[2][2]
            Perempuan yang dicerai wajib
dilunasi sisa maharnya yang belum dibayarkannya, diberi uang hadiah talak dan diberi uang belanja selama masa iddahnya.

B.     Kedudukan Hukum Talak dalam Islam
3

            Dalam suatu pernikahan tentu saja tidak selamanya berada dalam situasi yang damai dan tentram, tetapi kadang-kadang juga terjadi salah paham antara suami dan istri atau salah satu pihak melalaikan kewajibannya, kurang adanya kepercayaan pada pasangan dan penyebab terjadinya perpecahan lainnya.
            Dalam keadaan seperti ini kadang bisa diatasi sehingga kedua belah pihak kembali membaik, tapi tidak sedikit juga yang terus-menerus dalam kesalah fahaman dan berlarut-larut sehingga terjadilah pertengkaran. Apabila suatu pernikahan yang demikian itu dilanjutkan, maka pembentukan rumah tangga yang damai dan tentram seperti yang disyariatkan oleh agama tidak tercapai. Dan ditakutkan pula perpecahan ini akan mengakibatkan perpecahan antara keluarga belah pihak. Maka dari itu untuk menghindari perpecahan keluarga yang makin meluas maka agama Islam mensyaratkan perceraian sebagai jalan keluar terakhir bagi suami-istri yang sudah gagal dalam membina rumah tangganya.[3][3]
            Namun sebelum perceraian terjadi, Islam memberikan alternatif lain, yaitu selayaknyalah seorang suami bersabar bila ia tidak senang melihat kelakuan, QS. An-Nisa’:19

$ygƒr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw @Ïts öNä3s9 br& (#qèO̍s? uä!$|¡ÏiY9$# $\döx. ( Ÿwur £`èdqè=àÒ÷ès? (#qç7ydõtGÏ9 ÇÙ÷èt7Î/ !$tB £`èdqßJçF÷s?#uä HwÎ) br& tûüÏ?ù'tƒ 7pt±Ås»xÿÎ/ 7poYÉit6B 4 £`èdrçŽÅ°$tãur Å$rã÷èyJø9$$Î/ 4 bÎ*sù £`èdqßJçF÷d̍x. #Ó|¤yèsù br& (#qèdtõ3s? $\«øx© Ÿ@yèøgsur ª!$# ÏmŠÏù #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 ÇÊÒÈ  

Artinya:
”jika kamu membenci mereka (istrimu), (maka hendaklah kamu bersabar dan jangan segera menjatuhkan thalak), karena boleh jadi kamu membenci sesuatu, sedangkan Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya”. (an-Nisa’: 19)
Selain itu, Islam juga menganjurkan untuk member nasihat kepada istrinya atau bersikap nusyuz, QS. An-Nisa’: 34
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  
Artinya:”Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (an-Nisa’: 34)
            Dan jika terjadi pertengkaran dan perselisihan hebat antara kedua suami-istri, maka Islam menganjurkan supaya diadakan dua orang hakam (pendamai) antara keduanya, seorang dari keluarga suami dan seorang dari keluarga istri. Kedua pihak (utusan) tersebut berupaya untuk mendamaikan kedua suami-istri tersebut, jika tidak bias juga maka waktu itulah perceraian menjadi alternatif terakhir.
            Disinilah kita tahu bahwa kedudukan perceraian atau thalak dalam Islam adalah sesuatu yang diperbolehkan, tapi juga tidak disukai (dibenci)[4][4], sebagaimana dalam sabda Rasulullah:
Artinya:”Dari Ibnu Umar RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “sesuatu yang halal namun paling dibenci disisi Allah adalah thalak”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah) serta dinilai shahih oleh al-Hakim dan Abu Hatam mengunggulkan mursalnya”.[5][5]
            Jika yang menuntut cerai adalah seorang istri, sedangkan gugatan cerai tersebut tanpa sebab, maka kelak dia tidak akan dapat mencium wangi syurga

C.    Rukun dan Syarat Talak
1.        Suami
a)         Suami harus berakal
b)        Baligh
c)         Atas kemauannya sendiri, tanpa dipaksa orang lain
d)        Kedudukan suami yang mentalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan yang sah
2.      Isteri
a)         Isteri itu tetap berada dalam perlindungan suami.
b)        Kedudukan isteri yang ditalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan yang sah
3.      Sighat talak
            Ialah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap isterinya yang menunjukkan talak, baik itu secara jelas maupun sindiran, baik berupa ucapan/lisan, tulisan, isyarat bagi tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain
4.   Qashdu (sengaja)
            Artinya bahwa yang diucapkannya itu memang bermaksud untuk mentalak isteri, bukan untuk maksud lain
5.   Saksi
Kebanyakan fuqaha berpendapat bahwa talak itu dapat terjadi tanpa persaksian, yakni dipandang sah oleh hokum Islam suami menjatuhkan talak terhadap isterinya tanpa kehadiran dan kesaksian dua orang saksi, karena talak itu hak suami sehingga suami berhak sewaktu-waktu menggunakan haknya itu tanpa menghadirkan dua orang saksi, dan sahnya talak itu tanpa tergantung kepada ada atau tidaknya saksi.
Namun, di Indonesia harus melalui pengadilan agama yang disitu jatuh atau tidaknya talak tergantung kepada hakim yang memutuskan. Telah diputuskan pada bab Putusnya Perkawinan pada Bagian kesatu didalam pasal 115 yang berbunyi :
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan siding Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.

D.    Pengertian Saksi
            Dalam peraturan perundangan yaitu pada KUHAP Pasal 1 (26) dinyatakan tentang pengertian saksi yaitu:
            “Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan perkara tentang suatu perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengertahuannya itu”.
Berkenaan dengan masalah ini,maka para ulama berbeda pendapat  dalam menetapkan hukum saksi di dalam thalaq.
Sebelum membicarakan mengenai pendapat para ulama tentang permasalahan saksi dalam thalaq,terlebih dahulu kita lihat syarat-syarat yang berlaku bagi orang yang menalaq,sebagai berikut :[6][6]
1.Baligh
Para ulama mazhab sepakat bahwa thalaq yang dijatuhkan anak kecil dinyatakan tidak sah,kecuali mazhab Hambali yang menyatakan bahwa thalaq yang dijatuhkan anak kecil yang sudah mengerti dinyatakan sah.
2. Berakal sehat
Dengan demikian thalaq tidak berlaku atas orang yang hilang akalnya (dalam keadaan tidak sadar ). Namun di sini para ulama berbeda pendapat mengenai thalaq yang diucapkan oleh orang yang mabuk,yaitu :
a.       Imam mazhab yang empat berpendapat bahwa thalaq yang diucapkan orang mabuk itu sah apabila dia mabuk karena minuman yang diharamkan dan atas dasar keinginan sendiri,namun jika ia terpaksa maka thalaqnya dianggap tidak jatuh.
b.      sementara para ulama Syi’ah Imamiyah mengatakan bahwa thalaq tersebut sama sekali tidak sah.


3. Atas kehendak sendiri
 Dengan demikian ,thalaq yang dijatuhkan karena ia dipaksa menurut kesepakatan ulama mazhab hal itu tidak sah, terkecuali mazhab imam Hanafi yang menyatakan bahwa hal sedemikian rupa dianggap sah.

4. Betul-betul bermaksud menjatuhkan thalaq
Hal ini menurut pendapat mazhab Syi’ah Imamiyah thalaq dinyatakan tidak jatuh karena sebab lupa,keliru atau main-main.
Sementara imam Hanafi berpendapat bahwa thalaq semua orang dinyatakan sah kecuali anak kecil,orang gila,dan orang yang kurang akalnya.
Sementara mazhab imam Syafi’i dan Hambali sependapat dengan imam abu hanifah bahwa thalaq dalam perkara ini dinyatakan sah,tetapi tidak dengan imam hambali , beliau menyatakan dalam kasus seperti ini thalaq dinyatakan tidak sah.

E.     Pendapat Ulama tentang Kesaksian dalam Talak
1)      Pendapat Jumhur Fuqaha
            Menurut jumhur ulama, baik salaf maupun khalaf (tradisional dan modern) berpendapat, bahwa talak itu sah tanpa ada saksi. Karena hal itu merupakan hak orang laki-laki (suami). Tidak ada nash yang menetapkan adanya saksi dalam talak. Allah SWT sendiri telah memberikan hak talak berada di tangan laki-laki (suami) dan bukan wanita (istri), sebagaimana firmannya. Al-Ahzab : 49.

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) ÞOçFóss3tR ÏM»oYÏB÷sßJø9$# ¢OèO £`èdqßJçGø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s% br&  Æèdq¡yJs? $yJsù öNä3s9 £`ÎgøŠn=tæ ô`ÏB ;o£Ïã $pktXrtF÷ès? ( £`èdqãèÏnGyJsù £`èdqãmÎhŽ| ur %[n#uŽ|  WxŠÏHsd ÇÍÒÈ  

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya. (Al-Ahzab: 49)
            Selain surat Al-Ahzab tersebut ada pula surat Al-Baqarah ayat 231 yang menyatakan tidah perlu adanya saksi di dalam thalaq sebagai berikut:

#sŒÎ)ur ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# z`øón=t6sù £`ßgn=y_r&  Æèdqä3Å¡øBr'sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& £`èdqãmÎhŽ|  7$rã÷èoÿÏ3 4 Ÿwur £`èdqä3Å¡÷IäC #Y#uŽÅÑ (#rßtF÷ètGÏj9 4 `tBur ö@yèøÿtƒ y7Ï9ºsŒ ôs)sù zOn=sß ¼çm|¡øÿtR 4 Ÿwur (#ÿräÏ­Fs? ÏM»tƒ#uä «!$# #Yrâèd 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ !$tBur tAtRr& Nä3øn=tæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# ÏpyJõ3Åsø9$#ur /ä3ÝàÏètƒ ¾ÏmÎ/ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqãKn=ôã$#ur ¨br& ©!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇËÌÊÈ  

Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta Ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Al-Baqarah: 231)
Dengan demikian, talak itu merupakan hak bagi yang menikahi (suami) dan juga mempunyai hak untuk mempertahankannya, yaitu melalui proses rujuk. Demikian dikatakan oleh ibnu qayyim.[7][7]

2)      Pendapat Imam Mazhab Yang empat
            Mazhab yang empat tidak mengisyaratkan akan adanya saksi didalam talak, adapun keempat mazhab tersebut adalah mazhab Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi,berdasarkan sebagaimana landasan yang dipergunakan oleh para ulama jumhur dalam menetapkan hal ini.
 Namun demikian menurut Imam Syafi’i dan Hanifah sebagaimana M. Quraish Shihab mengatakan dalam tafsirnya bahwa persaksian terhadap talak ini, “Memahaminya dalam perintah sunnah”. Dan dari riwayat yang lain yang dinisbahkan kepada Imam Syafi’i, Ahmad, dan Malik bahwa,“Perintah itu sebagai perintah wajib untuk rujuk dan bukan untuk perceraian”.[8][8]

3)      Pendapat  Ulama Syi’ah Imamiyah
Para ulama mazhab Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariah dan Ismailiyyah mengatakan bahwa, talak tidak dianggap jatuh bila tidak disertai dua orang saksi laki-laki yang adil. Hal tersebut berdasarkan surat Al-Quran surat At-Thalaq : 2 ayat yang berbunyi:
            #sŒÎ*sù z`øón=t/ £`ßgn=y_r& £`èdqä3Å¡øBr'sù >$rã÷èyJÎ/ ÷rr& £`èdqè%Í$sù 7$rã÷èyJÎ/ (#rßÍkô­r&ur ôursŒ 5Aôtã óOä3ZÏiB (#qßJŠÏ%r&ur noy»yg¤±9$# ¬! 4 öNà6Ï9ºsŒ àátãqム¾ÏmÎ/ `tB tb%x. ÚÆÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 `tBur È,­Gtƒ ©!$# @yèøgs ¼ã&©! %[`tøƒxC ÇËÈ  

Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. ( QS.At-Thalak: 2).
Perintah untuk membuat kesaksian ini,dikemukakan sesudah pembicaraan tentang thalaq dan kebolehan rujuk.Maka yang tepat adalah bahwa persaksian itu dimaksudkan bagi thalaq.Disebutnya persaksian sebagai alasan dapat memberi nasihat bagi prang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk memperkuat hal di atas.Dengan demikian untuk jatuhnya thalaq disyaratkan adanya dua orang saksi yang adil.
Sehingga dengan adanya dua orang saksi yang adil di dalam talak akan mempersulit untuk melaksanakan talak itu sendiri sehingga dengan demikian memungkinkan pasangan suami istri untuk mengurungkan niat mereka untuk melaksanakan proses bercerai. Sebagaimana yang disebutkan oleh Makinudin di dalam ringkasan disertasi-nya bahwa, “kedatangan para saksi yang adil tidak akan sunyi dari nasihat yang baik, yang dapat mencegah suami istri melakukan talak sehingga keduanya mendapat jalan keluar dari terjadinya talak, yang merupakan suatu perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah.


BAB III
ANALISIS

Mazhab yang empat tidak mengisyaratkan akan adanya saksi didalam talak, adapun keempat mazhab tersebut adalah mazhab Syafi’I, Maliki, Hambali, dan Hanafi. Namun demikian mazhab Imamiah berpendapat bahwa harus ada saksi didalam talak, dan saksi merupakan rukun dari pada talak.Para ulama mazhab Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariah dan Ismailiyyah mengatakan bahwa, talak tidak dianggap jatuh bila tidak disertai dua orang saksi laki-laki yang adil.
Sehingga dengan adanya dua orang saksi yang adil di dalam talak akan mempersulit untuk melaksanakan talak itu sendiri sehingga dengan demikian memungkinkan pasangan suami istri untuk mengurungkan niat mereka untuk melaksanakan proses bercerai.
Sedangkan menurut jumhur ulama, baik salaf maupun khalaf (tradisional dan modern) berpendapat, bahwa talak itu sah tanpa ada saksi. Karena hal itu merupakan hak orang laki-laki (suami). Tidak ada nash yang menetapkan adanya saksi dalam talak. Allah SWT sendiri telah memberikan hak talak berada di tangan laki-laki (suami) dan bukan wanita (istri).
Namun demikian menurut Imam Syafi’I dan Hanifah sebagaimana M. Quraish Shihab mengatakan dalam tafsirnya bahwa persaksian terhadap talak ini, “Memahaminya dalam perintah sunnah”. Dan dari riwayat yang lain yang dinisbahkan kepada Imam Syafi’I, Ahmad, dan Malik bahwa,“Perintah itu sebagai perintah wajib untuk rujuk dan bukan untuk perceraian”.[9][9]
            Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, kami sadar makalah ini masih kurang dari kesempurnaan, jika ada kesalahan dan kekurangan, itu semata-mata keterbatasan kami, maka dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari dosen pembimbing dan kawan-kawan demi kesempurnaan makalah ini.



 
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Abdurrahman Al-B
assam.2006.Syarah Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka Azzam
Abidin, Slamet.2007.Fiqih Sunnah fiqih munakahat.Bandung : Pustaka Setia
Al-Jaziri ,Abdur Rahman.1969. Kitabu al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah.Mesir: al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra
Mughniyah ,Muhammad jawad.2007.Fiqih Lima Mazhab. Jakarta:lentera
Shihab ,M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati
Soemiyati.2004. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan Yogyakarta: Liberty
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Al-Jami’ Fii Fiqhi An-Nisa’, penerjemah: M. Abdul Goffar E.M, (Beirut-Lebanon: Darul Kutub Al-Ilmiyah)
Yunus ,Mahmud.1989.Hukum Perkawinan Dalam Islam Menurut Mazhab Syafi’i Hanafi Maliki Hanbali .Jakarta: P.T. Hidakarya Agung



KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.karena atas segala limpahan taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Salawat dan Salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi Sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis menyadari segala kekurangan dan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki dalam penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kebaikan dan kesempurnaan makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Akhirnya kepada Allah SWT. Kami serahkan segalanya, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin!
   ,    April  2015 

Penulis



[10][1] Abdur Rahman al-Jaziri, Kitabu al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, (Mesir: al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra, 1969), juz IV, hlm. 278.
[11][2] Slamet Abidin Fiqih Sunnah. Hlm 53
[12][3] Ny. Soemiyati, S.H, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Yogyakarta: Liberty, 2004), 104
[13][4] Prof. DR. H. Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam Menurut Mazhab Syafi’i Hanafi Maliki Hanbali (Jakarta: P.T. Hidakarya Agung, 1989), 112
[14][5] Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, Syarah Bulughul Maram (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), 557.
[15][6] Muhammad jawad mughniyah,fiqih lima mazhab,jakarta:lentera,2007,hal:441-442
[16][7] Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Al-Jami’ Fii Fiqhi An-Nisa’, penerjemah: M. Abdul Goffar E.M, (Beirut-Lebanon: Darul Kutub Al-Ilmiyah), hal. 447.
[17][8]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, ( Jakarta: Lentera Hati, 2002), Jilid 14, hal 296. 
[18][9] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, ( Jakarta: Lentera Hati, 2002), Jilid 14, hal 296. 





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar